Jumat, 20 Februari 2015

Pilihan Hidup - Hidup itu Pilihan

Kawan, Tuhan itu Maha Baik

Kalau membuka-buka kembali Medsos yang saya ikuti, terlihat status-status yang saya tulis beberapa tahun lalu isinya berupa curhatan. Mulai dari curhatan sewaktu masih pacaran dengan si "ayah", waktu menjadi merasa orang yang paling sial karena gak berhasil lolos masuk ke BUMN sementara temen-temen deket pada lolos sampe pada curhatan ketika harus terpisah hidup dengan suami.
Apakah saya termasuk orang yang tidak bersyukur?
mungkin.... 

Alhamdulillah yaa Allah... sungguh besar kuasa-Mu...
Benarlah kalau insya Allah semua yang akan kita lakukan karena-Nya, pasti akan ada jalan, ntah itu langsung dikabulkan, atau minggu depan, bulan depan, bahkan tahun-tahun depan. ya,,, semuanya sudah diatur sedemikian indah oleh-Nya.

Tulisan ini saya tulis di meja kerja saya yang baru, genap sudah 27 hari kami (Bunda-Syahdu-Nada) menjadi Rantauers di ibukota negara untuk berkumpul dengan sang Ayah. Saya rela keluar dari zona nyaman saya di Makassar, demi anak-anakku yang masih sangat kecil dan masih sangat membutuhkan kasih sayang lengkap dari kedua orang tuanya. Saya ingin anak saya merasakan apa yang saya rasakan, ingatan yang kuat tentang sosok Ayah, walaupun hanya 10 tahun.

Proses kepindahan yang dilalui pun tidak berjalan dengan mudah, ada konflik batin di sini. Betapa tidak, saya harus memilih antara tetap di Makassar bersama Mama dan Nenek yang sudah sepuh, wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku, menyekolahkanku, mendoakanku di setiap doa-doanya atau mengurus kepindahan untuk mengikuti imamku, suamiku, ayah dari anak-anakku. Orang lain yang karenanya akan memudahkanku memasuki Surga-Nya. Rabb....ini pilihan yang sangat sulit...
Setelah melalui doa-doa yang panjang, Allah kemudian membukakan jalan...
Saya memilih untuk mengurus kepindahan, insya Allah ini yang terbaik, saya memilih mengikuti imamku, bukankah Allah menyuruh seorang istri untuk taat pada suaminya? Mama, saya mencintaimu...saya mencintai Rabb-ku, semoga Mama akan mendapatkan surgaNya karena ikhlas dan ridho anak yang dikandung dan dilahirkannya berbakti kepada suaminya.

Semenjak berkumpul seatap dengan Ayah dan anak-anak, di sini lah saya baru benar-benar  merasakan  nikmatnya berumah tangga. Bukan, bukan berarti yang lalu saya tidak bahagia, tapi....ada ketenangan jiwa di sini... kata orang, walaupun cuman makan nasi dengan garam, kalau itu semua dilakukan bersama orang terkasih tetap akan terasa nikmat. Mungkin, ini yang dimaksud dengan "damai, tenang dan tentram dalam cinta dan kasih sayang". Alhamdulillah...

Kita tidak tahu hal ini akan dirasakan berapa lama, saya tidak ingin mengira-ngira, saya hanya ingin dan berdoa semoga bisa bersama dunia akhirat.

luv, 
Bunda