Minggu, 21 Februari 2010

laki-laki pertama dalam hidupku (Aji)

"Lin,ini uang jajan slama Aji dan Mama di Lingadan nak", kuambil uang yang disodorkan dan kusalami tangannya, kemudian dia mencium ubun-ubunku seperti biasa jika saya hendak berangkat sekolah, saya berbalik dan kukayuh sepedaku menuju sekolah. Saat itu Tolitoli musim panen cengkeh, saya dititipkan di rumah tanteku. Jika panen tiba, maka kedua orang tuaku turun tangan langsung mengurusi proses panen mulai dari pemetikan sampai pada penjemuran cengkeh tersebut, sehingga dibutuhkan waktu 2-3 bulan hingga proses selesai. Lahan / Gunung kami terletak di 60km dari pusat kota Tolitoli, sehingga mereka tinggal disana dan ke kota hanya jika ingin membeli keperluan sehari-hari. Hari itu giliran Aji yang "turun gunung" membeli perlengkapan.
Beberapa hari kemudian, tepatnya hari Senin, tanggal 4 September 1995 Mama datang ke rumah tante, wajahnya pucat, dan menceritakan bahwa perasaannya tak enak tiba-tiba saat makan sop udang hasil dari tangkapan Aji tadi siang, Aji mengatakan mungkin Mama sedang alergi udang karena terlalu sering memakannya, dan menyuruh Mama agar beristirahat dulu ke kota. Karena merasa Aji baik-baik saja untuk ditinggal mengurusi semuanya,,maka Mama memutuskan untuk ke kota. Jarak dari lahan ke jalan raya untuk mendapatkan angkutan umum adalah sekitar 3km. Di perjalanan, Mama beberapa kali terpeleset dan merasa sangat pusing, mungkin ini yang disebut "firasat" seorang istri.
Sekitar pukul 03.30 dini hari saya melihat Aji menciumku dalam tidur dan samar-samar terdengar suara motornya, dan sayapun terbangun bersamaan dengan Mama yang tiba-tiba bangkit dari tempat tidur dan segera membuka pintu, dan sebelum sepatah katapun keluar dari lidah om ku yang masih di depan pintu, Mama telah menduluani bertanya "meninggal ki Aji?", om mengangguk lesu...inna lillahi wa inna ilaihi roji'un...
Aji meninggal karena serangan jantung, beberapa jam sebelumnya Aji sempat bersenda gurau dengan karyawan-karyawannya, sempat menari-nari diiringi lagu dangdut untuk menghidupkan suasana orang-orang yang sedang memisahkan buah cengkeh dari tangkainya (kami menyebutnya kegiatan ma'cude)...
Aji orang yang humoris, selalu ingin membuat semuanya tersenyum. Seingatku, saya tidak pernah sekalipun mendengar aji mengeluarkan kata-kata kasar dan bersuara keras. Kalau ada sesuatu yang tidak berkenan di hatinya, maka beliau diam. Dengan sekali lirikan matanya saja, saya sudah takut dibuatnya,,,
Berikut beberapa kisah saya bersama beliau yang paling membekas :

Saya mempunyai kebiasaan membaca buku-buku cerita yang saya pinjam dari perpustakaan sekolah, pernah suatu saat saya asyik membaca, tiba-tiba Aji berkata "Nak, rajin sekali ki membaca kuliat. Tapi lebih bagus lagi kalau diseimbangkan dengan baca Al-qur'an, semenjak khatam ki tidak pernah mi kudengar ki membaca Al-qur'an.",,,sungguh kata-kata yang tidak akan pernah kulupakan,,,

Rumah kami terdiri atas dua lantai, kamar kami terletak di lantai atas sedangkan kamar mandi di lantai bawah. Setiap adzan subuh, Aji masuk ke kamar saya dan dengan sabar membangunkan saya untuk membiasakan sholat subuh, jika saya belum juga terbangun, dia menggendong saya dibelakangnya untuk turun mengambil air wudhu walau mata ini masih tertutup,,,hal ini terus dilakukannya hingga saya berumur 10 tahun dan ajal beliau memisahkan kami. Jika menjelang maghrib, bertiga kami mengendarai motor ke Masjid Jami' Tolitoli untuk melakukan sholat berjamaah sampai waktu Isya...

Buku cerita yang biasanya dan tak bosannya kami baca berdua adalah Cerita rakyat "Raden Cupak dan Raden Gurantang"...saya berniat mencari buku ini...

Aji juga seorang seniman yang hebat, beliau pandai menyanyikan beberapa solmisasi dan mengajarkannya pada saya,,,lagu yang paling saya ingat adalah "bermain layang-layang". Beliau mengajarkan saya walaupun hanya dengan sebuah piano mainan yang kecil. Disamping itu, beliau pandai melukis seekor burung nuri dan mewarnainya untukku. Juga seorang arsitek yang handal, dengan hanya melihat bentuk plafon di rumah seorang kerabat yang indah dan dalam kategori sukar serta mahal dalam pembuatannya, beliau mampu mengerjakannya untuk rumah kami yang di kota. Jangan ditanya mengenai arsitektur rumah di Lingadan, kalau diingat-ingat kembali, beliau lebih sering dan lebih senang memperbaiki atau menambah ornamen pada rumah di Lingadan yang kemudian menjadi tempat beliau menghembuskan nafas terakhirnya.

Pernah sekali waktu ada tugas IPS dari sekolah yang jawabannya ada di "Buku Pintar". Saya ke toko buku "Suka Ria", satu-satunya toko buku di Tolitoli pada waktu itu, dan melihat buku itu sangat tebal untuk ukuran anak SD seperti saya, saya menanyakan harganya, benar saja, harganya cukup mahal.
Kukayuh sepedaku kembali ke rumah, saya sampaikan ke Aji bahwa saya sangat menginginkan buku itu sambil menangis, walaupun sebenarnya jawaban tugas bisa dicari pada teman-teman lain.
Di beranda depan rumah, selalu tersedia 2 kursi, satu untuk Mama dan satunya lagi untuk Aji dan saya, saya selalu dipangkunya...tiba-tiba dia menunjuk buah cokelat hasil petikannya sendiri yang sedang dijemur, katanya : "Lin, coba ki periksa itu cokelat, kering mi kah?". Sayapun turun dari pangkuannya dan memeriksa cokelat itu, ternyata masih agak basah, mungkin masih dibutuhkan sehari dua hari lagi untuk dapat menjualnya dengan harga tinggi. Beliau langsung berkata : "Ambil karung di dalam rumah, mari kita pergi jual cokelat itu", saya pun nurut dan setengah berlari masuk ke dalam rumah mencari karung yang agak kecil karena cokelatnya cuma sedikit. Beliau membonceng saya ke toko jual beli hasil bumi langganannya, karena cokelat itu belum terlalu kering, maka dihargai dengan harga di bawah sehingga hasilnya tidak seberapa. Di perjalanan pulang dari toko itu, Beliau membelokkan motornya ke toko buku, dan membelikan "Buku Pintar" itu buat saya,,,setelah dewasa, saya baru saja menyadari bahwa pada waktu itu memang orang tua saya sedang tidak mempunyai uang, dan sangat salut dengan beliau pada saat saya meminta buku itu dengan agak memaksa, beliau tidak langsung marah berkata terus terang bahwa tidak ada uang melainkan hanya diam dan mengelus kepala saya,,,,,

Saat ini hampir 2/3 hidup saya tanpa Aji, namun hidup di 1/3 hidup saya yang pertama sejak jadi khalifah di bumi merupakan masa saya dibekali ilmu sebagai pondasi bangunan yang seharusnya saat ini di atasnya sudah terbangun bangunan megah dengan tiang-tiang kokoh. Bukan salah pondasinya jikalau sekarang bangunan diatasnya adalah suatu gubuk reot tanpa tiang, pondasi itu tetap ada,,,dan bangunan megah itu akan ada insya Allah...

Anak perempuan sepuluh tahun yang mengayuh sepedanya ke sekolah tadi, tak pernah tahu sebelumnya kalau itu merupakan hari terakhir ia diberi ciuman di ubun-ubun oleh lelaki pertama yang dikenalnya di bumi ini...
Dia hanya mampu mengirim doa :
Ampuni segala dosanya, terima segala amal ibadahnya, hindarkan dari siksa kubur, hindarkan dari siksa api nerakaMu ya Rabb,,,Amin